Ikhlas merupakan sumber kedamaian -Rini Suryani-

Senin, 16 Juni 2014

Ternyata cinta saja tidak cukup.

     Pertengkaran demi pertengkaran membuat kami semakin renggang. Hingga orang yang melihat kami menjadi bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

Seminggu sebelum hari ini dia terlihat aneh. Tanpa semangat dan sedikit cuek. Aku mengira mungkin moodnya sedang buruk, maka aku mencoba menghibur.

Dia meminta maaf. Hari ini dia sadar akan perubahan sikapnya seminggu lalu. Dia mengatakan ia merindukanku. Lucu memang, kami sekelas, tiap hari bertemu, tapi ia merindu. Mungkin karena kami sempat jauh.
Aku tersenyum mendengar voice note yang ia kirimkan. Aku merasa lega, kami mulai membaik. Seminggu ini kami kembali dekat.

Tanpa ada penyebab pasti, kami berkelahi. Dia mengeluarkan semua emosi dan hal yang ia pendam selama ini. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya ia pikirkan. Yang aku tahu, kata-kata yang ia keluarkan begitu menyakitkan.
Tak pernah aku melihat ia mengeluarkan kata-kata seperti ini kepadaku. Aku tak dapat menahan airmataku. Aku benar-benar tidak mengerti akar dari permasalahan ini. Aku tidak mengerti apa yang salah disini.

Hingga kata menyakitkan darinya keluar dari layar hpku. Kata-kata yang sama sekali tidak kusangka akan dilontarkannya. Aku benar-benar kehabisan kata.

Aku bertanya mengenai alasan, namun ia enggan menjawab. Ini begitu menyakitkan. Aku hanya dapat merelakan keputusan yang ia buat. Ia tidak ingin dekat denganku lagi.

Tengah malam. Ia memanggilku lewat sebuah pesan. Ia menanyakanku mengapa aku menyayanginya. Aku menjawab.

Kadang, sayang itu tidak memiliki alasan.

Dia meminta maaf lalu berkata bahwa ia menyesal. Dia bertanya apa aku benar-benar telah menerima apa yang ia ucapkan.

Aku menjawab, aku ikhlas.

Ketika hati ini tak sanggup lagi meneruskan percakapan. Ia berkata "aku sayang kamu" mungkin dulu itu kalimat yang akan membuatku tersenyum. Namun sekarang kalimat itu menghancurkanku. Membuat airmataku mengalir kian deras...

Aku menyayanginya. Sejujurnya aku ingin mempertahankan kami tetap dekat. Namun, aku melihat ini semua akan tetap sia-sia. Aku tidak membencinya. Aku memaafkannya.

Awal kami mulai renggang memang kurang baik, karena diawali dengan pertengkaran. Namun kami tetap mencoba terlihat baik. Walau setelah itu hubungan kami semakin aneh.

Tepat seminggu sebelum ujian nasional. Ujian yang agak berat, apalagi kami berada di ruangan yang sama. Namun alhamdulillah Allah menolongku. Allah menguatkanku. Bahkan ia memberiku hidayah.

Terimakasih ya Allah karena engkau telah menguatkanku. Engkau membantuku menjalani ujian dengan baik. Semoga engkau juga akan membantuku mengobati luka ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar